Keberadaan Pinjaman Online (Pinjol) memang sudah dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu opsi pendanaan plafon rendah dan tenor singkat yang mudah diakses. Hanya dengan data kependudukan sebagai syarat utama, debitur bisa memperoleh dana kredit hingga jutaan rupiah dengan pencairan yang terhitung dalam waktu singkat.

Tentunya adanya Pinjol membawa dampak positif dan negatif bagi perekonomian. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum KOPITU Yoyok Pitoyo dalam webinar KOPITU dan Propaktani pada Rabu, 29 September 2021.

Selain Ketua KOPITU, webinar tersebut juga dihadiri oleh Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot, Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan Ojak Simon Manurung, dan Direktur Pembiayaan Kementerian Pertanian Indah Megahwati.

“Kami sampai saat ini masih sangat gencar mengedukasi masyarakat tentang eksistensi Pinjol atau Fintech illegal yang bisa membahayakan. Hal ini kami lakukan karena menyadari peran petani dan pelaku UMKM di Indonesia yang memberikan sumbangsi besar terhadap perekonomian Indonesia. Di samping sumbangsi pendapatan, pembukaan tenaga kerja juga mayoritas disumbang oleh kedua sektor tersebut,” ungkap Sekar.

Dalam pemaparanya, Sekar juga memberikan informasi perbedaan Fintech Legal dan Illegal.

“Bunga Fintech ini bahkan bisa Unlimited atau tidak terbatas, dan bisa mengakses berbagai data pribadi yang ada di telepon genggam pengguna. Hal ini bisa dituding pencurian data dengan adanya UU ITE. Data kontak juga ikut diakses untuk kepentingan penagihan dan bahkan Data Trafficking. Lebih parahnya lagi, fintech semacam ini tidak memiliki layanan pengaduan,” tambahnya.

“Keberadaan pinjol ini sebetulnya bisa jadi opsi yang baik ketika pengguna benar-benar memahami skema, bunga dan terms and condition dalam peminjaman tersebut. Oleh karena itu kami dari Ditjen PTKN juga gencar melakukan pengawasan jasa fintech dan pemberdayaan konsumen sebagai langkah mitigasi resiko yang lebih jauh lagi,” ungkap Ojak Simon. Hal ini memang dinilai sangat perlu mengingat regulasi perdagangan jasa merupakan salah satu tupoksi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.

“Bagi para petani, kami sangat encourage untuk mengambil opsi pembiayaan formal, karena dibandingkan dengan fintech, resiko yang ada jauh lebih rendah dan jauh lebih aman. Saat ini juga banyak pembiayaan yang tersedia bagi profesi petani, misalnya dengan adanya KUR Pertanian dengan sistem cicilan bayar saat panen,”  ungkap Indah.

KUR Pertanian saat ini banyak dibincangkan karena sangat berguna dalam pembiayaan modal usaha tani, terutama pada masa Pandemi COVID 19.

“Beberapa kondisi di lapangan yang kami temui perlu beberapa klarifikasi. Diantaranya yang pertama adalah apakah pola pinjaman yang diberikan oleh Marketplace kepada pelaku usaha tersebut digolongkan KUR atau bukan, karena secara fundamental, pelaku usaha berhak mendapatkan skema KUR dengan bunga hanya sebesar 6%. Terkait hal tersebut, pola channeling melalui bank himbara kepada penyedia marketplace sepertinya perlu jadi perhatian bagi OJK maupun Kemendag. Yang kedua, apakah dengan adanya Program PEN dari pemerintah, para petani dan pelaku usaha terdampak COVID yang mengalami kesulitan dalam pelunasan akan tetap tercatat dalam SLIK OJK, sedangkan kebijakan dari PEN sendiri adalah relaksasi kredit bagi pelaku usaha terdampak COVID 19,” ungkap Yoyok.

“Saya rasa ini masukan yang sangat banyak bagi kami dari OJK dan Kemendag dari Pak Yoyok. Untuk pola channeling sendiri sepertinya memang perlu kami kaji lebih lanjut dengan melibatkan Bank Himbara dan penyedia Marketplace. Sedangkan untuk relaksasi terkait PEN, saat ini hal tersebut masih menjadi kebijakan dari Penyedia Jasa Keuangan yang memberikan pinjaman. Memang kami sudah perbarui beberapa aturan, namun hal ini juga penting untuk menjadi concern kami dan Kemendag,”  jawab Sekar Putih.

Inilah salah satu pentingnya adanya korporatisasi petani baik dalam bentuk Bumdes, Koperasi maupun BUMP. Dengan demikian, petani dapat memiliki akses pembiayaan yang lebih luas dan aman. Namun kalau sudah terlanjur namanya tercantum dalam SLIK OJK, akan sangat sulit untuk memperoleh pembiayaan kembali. Untuk itu kita sebagai pendamping masyarakat petani dan UMKM, kami bersentuhan langsung dalam mengedukasi masyarakat kecil. Untuk membersihkan nama dari SLIK OJK juga saat ini kami sudah mulai melakukan untuk beberapa kasus, karena memang tidak semua nasabah yang tercantum itu adalah nasabah bermasalah, mereka cuma terjebak dan perlu kita selamatkan, SALAM KOPITU,” pungkas Yoyok. (Np)

No comments