Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU) telah menyelenggarakan sebuah workshop berskala nasional dengan topik utama prosedur bagi pelaku UKM untuk memperoleh akses modal kerja. Acara ini didukung oleh narasumber yang secara khusus dan relevan merupakan pihak yang ditunjuk langsung oleh pemerintah sebagai pelaksana program PEN.
Dalam acara ini, peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan secara langsung maupun via chat terkait materi yang diberikan maupun contoh masalah yang ada, yang berkaitan dengan pengajuan modal kerja. Dalam sesi tanya jawab, muncul berbagai pertanyaan dan pernyataan dari peserta UKM yang mengkritik system kredit modal tersebut. Kredit modal kerja melalui Program PEN ini justru dinilai relative diskriminan terhadap beberapa subjek.
Yoyok Pitoyo menuturkan, “Sebenarnya respon para peserta dengan latar belakang UKM ini cukup kritis. Cukup banyak poin yang perlu kita garis bawahi sebagai kekurangan dalam program PEN ini, yang tentunya kita semua sangat sayangkan. Diantaranya, Bunga Kredit yang lebih besar dibanding KUR, sampai sebesar 9%. Tidak cuma itu, bahkan untuk mekanisme pemilihan saja sudah jelas menggugurkan beberapa UKM”.
Yoyok Pitoyo menilai bahwa persyaratan sebagai pihak Terjamin dalam program PEN justru hanya menguntungkan pengusaha yang pada dasarnya bukan sasaran program ini. Contohnya, kriteria calon debitur harus merupakan nasabah bank. Disamping itu, ada kriteria yang menyaratkan UKM dalam kondisi stabil, diantaranya minimal sudah berjalan selama 6 bulan, tergolong Kolek 1 atau 2 sebagai debitur, dan tetap adanya agunan.
“Lalu bagaimana nasibnya pengusaha yang bangkrut? Justru mereka lah yang harusnya menjadi target utama, UKM yang sedang dalam kondisi kesulitan. Kalau seperti yang disyaratkan itu, artinya kan dalam kondisi (keuangan) relative sehat (dibanding yang lain). Lalu untuk apa diberi kredit lagi jika mereka bisa stabil? Perlu dikaji kembali mengenai target program ini, tidak hanya sebatas terdampak COVID19 saja, tapi perlu ditinjau kondisi finansial & UKM yang beralih ke usaha baru yang belum feasible”, kritik Yoyok Pitoyo.
“Kita punya saran agar program PEN di Kredit Modal Kerja diserahkan ke Kemenkop & UKM melalui LPDB agar bisa terarah, tepat sasaran dan pihak perbankan sekedar alat bayar aja. Dengan ketentuan LPDB harus transparan, capable dan professional sebagai pendampingan”, pungkas Yoyok Pitoyo.
Acara ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta yang terdiri dari pelaku UKM, perwakilan PT Askrindo dan perwakilan PT Jamkrindo. Workshop dimulai dengan materi yang dibawakan oleh Sepyan Uhyandi selaku Wakil Presiden Eksekutif Divisi Kebijakan Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah. Sepyan membawakan materi dengan bahasan utama perspektif perbankan terhadap program PEN hingga prosedur yang perlu dilakukan pelaku UKM dalam hal pengajuan ke bank. Materi kedua kemudian dibawakan oleh Ratih Hatniyanti selaku Kepala Bagian Divisi Penunjang Bisnis Jamkrindo. Topik yang dibawakan adalah mengenai skema umum dan gambaran teknis mengenai kinerja antara debitur, bank dan Jamkrindo dalam skema kerja program PEN. Dan materi ketiga dibawakan oleh Toni Agustiawan selaku Kepala Bagian Klaim KUR Askrindo. Topik terakhir yang disampaikan secara umum merupakan penegasan dari dua materi yang telah dibawakan sebelumnya. Selama berjalanya workshop, Yoyok Pitoyo selaku Ketua Umum KOPITU berperan sebagai moderator.