UPDATE KOPITU – KOPERASI DAN WARISAN KEBIJAKAN KOLONIAL

komite-umkm.org – Komitmen pembangunan koperasi Indonesia sudah dimulai sejak jaman kolonial. Dimulai dari kebijakan responsif Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk memoderasi reaksi politik yang ditimbulkan kemiskinan akut akibat liberalisasi ekonomi yang terjadi kala itu.

Hingga saat ini, kebijakan pemerintah kolonial itu diwarisi dari masa ke masa. Tidak banyak perubahan strategi yang terjadi. Secara konseptual, strategi kebijakanya justru banyak mengalami kemunduran.

Pemerintah sepertinya lebih asik terapkan sistem kapitalisme pinggiran ketimbang jalankan sistem demokrasi ekonomi, perintah Undang Undang Dasar dan kembangkan secara serius koperasi.

Pada akhir abad ke 18 dan awal 19, pemerintah kolonial melihat inisiasi koperasi kredit yang dikembangkan oleh asisten residen de Wolf van Westerrode tahun 1892 di Purwokerto adalah sebagai upaya strategis untuk meredam gejolak sosial politik akibat kemiskinan akut liberalisasi ekonomi yang ditandai dengan UU Gula dan UU Agraria 1970 an.

Pemerintah sadar bahwa koperasi kredit secara instrumental dapat mencegah maraknya rentenir dalam keseharian. Ini dianggap akan lebih moderatif untuk mencegah perlawanan kaum nasionalis pribumi yang selalu dialamatkan ke pemerintah ketimbang kepada para rentenir-rentenir itu.

Melalui koperasi, pemerintah juga tidak perlu terlihat terlalu ketat melakukan tekanan politik langsung kepada para rentenir. Kebijakan pemerintah kolonial menjadi lebih longgar. Kegiatan adu domba dianggap kurang efektif dan bisa menimbulkan pukulan balik ke pemerintah.

Alasan lainnya, koperasi ini dianggap secara instrumental dapat diterima oleh hampir seluruh kelompok ideologis baik itu Islam, Sosialis, Nasionalis, Komunis dan lain sebagainya ( David Henly, 2007 dalam “Adat Recht”).

Tapi fungsi koperasi yang bermuatan ekonomi dan gerakan kemandirian ini seperti pedang bermata dua bagi pemerintah Kolonial.

Koperasi yang berkembang secara natural itu ternyata menimbulkan soal politis bagi pemerintah. Gerakan koperasi bisa jadi bumerang politik pemerintah kolonial karena kemandirian ekonomi rakyat itu sekaligus mampu menimbulkan prakarsa rakyat untuk merebut kemerdekaan.

Tahun 1930, krisis ekonomi dunia terjadi. Koperasi yang lebih banyak dikembangkan secara natural oleh Sarekat Dagang Islam (SDI), dan kelompok nasionalis pada masa itu terlihat cukup efektif sebagai kekuatan penopang ekonomi masyarakat. Koperasi cukup signifikan memperlihatkan kekuatanya sebagai sabuk pengaman ekonomi domestik dan bahkan eksportasi produk ke luar negeri.

Pemerintah dengan berbagai cara berusaha mengendalikan keadaan. Diciptakanlah regulasi – regulasi untuk menghambat perkembangan gerakan koperasi seperti misalnya UU Perkumpulan Koperasi 1915, dan lain sebagainya.

Komite koperasi yang dibentuk pemerintah mempelajari soal hambatan perkembangan koperasi juga dikendalikan. Jawatan Koperasi dibentuk untuk tujuan kendalikan situasi ini.

Begitulah motif kebijakan koperasi pemerintah di masa Kolonial. Selanjutnya, kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda sejak jawatan pertamanya didirikan pada tahun 1930 an tidak banyak mengalami perubahan signifikan.

Termasuk di masa pendudukan imperialisme Jepang 1942. Koperasi sepenuhnya dijadikan hanya sebagai alat pemerintah sebagai alat distribusi barang dan eksploitasi sumberdaya alam dengan alasan untuk biayai perang Pasifik dalam bentuk “kyuumaika”.

Naik dan turun intensi kebijakan perkoperasian yang terjadi terus mengalami perubahan sesuai dengan situasi politik yang terjadi. Tapi lebih sering tujuan umumnya adalah difungsikan untuk kendalikan gerakan koperasi agar tidak melebar menjadi kekuatan politik dan memoderasi kemiskinan sekaligus.

Perubahan kebijakan agak mendekati ke jalurnya yang baik adalah di masa pemerintah awal Republik Indonesia.

Koperasi di masa ini diorientasikan agar mampu menjadi kekuatan kemandirian ekonomi. Walaupun sulit diharapkan karena pada masa awal kemerdekaan ini pemerintah dan masyarakat masih sibuk lakukan konsolidasi politik dan berada di bawah tekanan agresi politik pemerintah Hindia Belanda yang belum relakan Kemerdekaan Indonesia.

Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun berkuasa lebih banyak perankan koperasi sebagai alat kebijakan pemerintah ketimbang kembangkan prakarsa dan kemandirian masyarakat.

Agenda agenda nasional seperti revolusi hijau dan juga swasembada pangan yang semu terlihat lebih menonjol dan menutup agenda kebutuhan riil anggota koperasi.

Pada masa Orba ini, koperasi tak hanya mati secara ideologis, tapi ciptakan sindrom ketergantungan bantuan dan fasilitas akut kepada pemerintah.

Bahkan masyarakat Indonesia sampai hari ini pahami koperasi itu adalah sebagai organisasi yang lemah penerima bantuan dan karitas, ketimbang sebagai bisnis alamiah untuk jawab kebutuhan anggotanya.

Era reformasi hingga hari ini, koperasi hanya diperankan sebagai instrumen yang sama. Diperankan sebagai penyangga hadapi krisis dan tidak pernah dilihat dalam fungsinya yang strategis sebagai organisasi masyarakat yang mandiri dan mengatur dirinya sendiri ( self- regulated organization) dan ciptakan keadilan ekonomi dan demokratisasi ekonomi sebagaimana diperintahkan Konstitusi.

Kesalahan kebijakan lama ini selalu diulang-ulang. Pemerintah bukanya bergerak untuk lakukan reformasi regulasi agar koperasi tidak terdiskriminasi, tersubordinasi dan tereliminasi dari produk perundangan ekonomi dan kemasyarakatan, tapi hanya diperlakukan sebagai alat proyek kepentingan jangka pendek untuk moderasi krisis dan kesenjangan, tapi juga alat kendali politik.

Reformasi yang telah lebih dua dekade terlihat semakin surut arus anginya, koperasi kita semakin jauh tertinggal dari koperasi dunia. Hal ini setidaknya dapat kita baca dari berita terbaru gerakan koperasi dunia, International Cooperative Alliance ( ICA) yang rilis 300 koperasi besar dunia yang dirilis awal Januari 2021. Tak satupun koperasi kita masuk di dalamnya.

Semua koperasi besar itu didominasi dari Amerika Serikat dan Eropa serta negara maju lainya yang gencar oposisikan koperasi sebagai gerakan anti korporat kapitalis dari sejak dulu kala.

Tapi riuh rendah penulis melihat di bawah, ada anak-anak muda yang mulai resah dengan semakin mengguritanya penetrasi korporasi kapitalis global di Indonesia. Demikian juga dengan korporat kapitalis nasional yang selama ini banyak mendapatkan keistimewaan dari kebijakan.

Mereka, walaupun sayup sayup dan masih diselimuti oleh paradigma koperasi lama yang dikembangkan secara salah mulai dikoreksi, walaupun kita belum tahu apakah nafsunya akan sama dengan para pendahulunya, pikiranya lebih pendek daripada isi perutnya. Menjadi pengkhianat ideologi bangsa seperti siklis generasi sebelumnya. Semoga arusnya tidak demikian adanya.

Jakarta, 6 Februari 2021

Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES)
CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR)

TAGAR : #Ekonomi #HindiaBelanda #orba #ICA #PerusahaanDemokratis #Ekonomi

Follow Sosial Media

Facebook : 
(20+) Kopitu Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu | Facebook

Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil

Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/

UPDATE KOPITU – MENGONTROL PERUSAHAAN, MENGONTROL NEGARA

Apa yang anda tidak miliki itu tidak bisa anda kendalikan. Ini seperti aksioma. Kita hanya bisa menerima kebenarannya.

Coba anda atur-atur semau anda ke karyawan perusahaan sebuah toko atau pabrik yang bukan milik anda . Anda bukan siapa-siapa di perusahaan itu.

Cobalah bergaya jadi semacam pemilik atau komisaris perusahaan. Kalau keterlaluan dan sudah sangat menjengkelkan pasti anda hanya akan diurus oleh satpam perusahaan.

Termasuk urusan negara. Anda yang mengaku ngaku saja sebagai warga negara tapi tanah sejengkalpun tidak punya maka anda sebetulnya ya hanya dianggap sebagai angin lalu. Warga Negara palsu, pengontrak!

Coba anda atur-atur rumah tangga orang lain, istri atau suami atau partner orang lain anda suruh suruh semau anda. Anda minta agar mereka mengikuti kemauan anda semena mena. Akibatnya fatal, anda pasti sudah tahu. Selanjutnya, nasib anda entah akan seperti apa, mungkin babak belur dulu sebelum dikirim ke rumah sakit jiwa karena anda dikira orang gila ??.

Perusahaan, negara dan bahkan rumah tangga itu sebetulnya sebuah sertifikat. Sertifikatnya kalau perusahaan itu bentuknya lembar saham, kalau negara itu bentuknya selembar sertifikat tanah kali ya, lalu kalau rumah tangga itu bentuknya surat nikah.

Sertifikat itu semacam rekognisi atau pengakuan. Lalu pengakuan itu dimaksudkan untuk menjelaskan otoritas, fungsi dan lain sebagainya.

Nah, sekarang mari kita cek, sebagai sebuah bangsa dan negara apakah anda sebetulnya punya otoritas untuk mengatur sesuai dengan kedaulatan anda sebagai rakyat yang ngaku ngaku sebagai pewaris syah negara ini atau tidak.

Maaf, terpaksa saya menyampaikan hal yang menyedihkan. Dari 74 persen petani kita itu gurem alias tidak punya tanah alias hanya buruh tani. Perusahaan apalagi, dari 40 juta pekerja formal kita itu tidak turut punya saham perusahaan.

Akibatnya, kekayaan nasional republik ini separuhnya dikuasai 1 persen orang. Kalau ditambah kepemilikan tanah maka, 80 persennya itu dimiliki oleh 1 persen orang itu.

Ternyata kalau dihitung hitung sebagaian besar kita itu sebetulnya bukan orang yang nyata nyata jadi pemilik republik ini. Jadi anda selama ini sebetulnya hanya mengaku ngaku. Maaf lho ya ….

Selama ini, anda sebetulnya tidak punya hak untuk mengatakan bahwa anda itu rakyat berdaulat seperti yang ditulis dalam Undang Undang Dasar.

Anda tidak punya hak!. Mengatur Presiden, menteri, gubernur, bupati / walikota seperti mau anda. Anda hanya dibutuhkan untuk mencoblos tok! sesuai dengan kesenangan anda.

Kalau anda senang dengan pidato berbusa busa calon pemimpin anda, maka anda boleh memilihnya. Semau anda.

Tapi soal isi pidato yang menyenangkan dan penuh janji janji menggairahkan itu akan direalisasikan atau tidak, itu soal lain. Itu urusan orang yang anda pilih itu. Kalau anda protes urusanya panjang. Anda bisa digebukin.

Sebab sesungguhnya yang punya otoritas negara itu adalah mereka, elit kaya dan elit politik yang juga kaya kaya. Mereka itu yang sesungguhnya punya kuasa tentukan peraturan, tentukan kebijakan negara. Tentukan nasib anda.

Mereka itu kekayaan dan kekuasaanya semakin kuat dan semakin menggurita!. Prinsipnya, siapa yang jauh dari kekuasaan itu yang dikenai peraturan dan yang dekat dari kekuasaan itu yang diuntungkan dari peraturan.

Anda sebetulnya bisa saja merombak keadaan ini, ya setidaknya kalau tidak bisa anda nikmati sekarang, itu penting untuk anak cucu anda. Buat yang ingin punya anak dan bercucu dan cicit.

Kekayaan dan kekuasaan segelintir elit itu sebetulnya sumbernya dari perusahaan. Entah itu perusahaan pribadi atau perusahaan BUMN dan BUMD.

Mereka itu dengan kekuatan modal di perusahaan itulah sumbernya. Klaim kepemilikkan atas modal Perusahaan Perseroan sebagai sumber penentu kebijakan perusahaan.

Betapa anda yang bekerja dan juga konsumen produk mereka sebetulnya yang riil hari hari ikut menghasilkan keuntungan.

Pasalnya, karena anda setujui, dan anda amini bahwa hanya yang setor modal finansial itulah yang tentukan seluruh kebijakan perusahaan.

Mau meres anda sebagai buruh dengan gaji sekecil kecilnya dan juga mau merusak alam itu anda tidak punya kekuasaan untuk mengaturnya. Bagi mereka yang penting profit, keuntungan sebesar besarnya.

Buruh yang hanya punya tenaga seperti anda itu ya nasibnya ditentukan oleh mereka. Mau digaji berapa dan mau dipecat dan diganti siapa ya semau mau mereka.

Itu kenapa segelintir orang yang kaya makin kaya dan bahkan bisa tekan usaha usaha kecil yang baru lahir dengan kekuataan kekayaan dan kekuasaan mereka.

Nah, bagaimana caranya agar anda bisa lepas dari jerat sistem seperti ini?. Caranya mudah saja sebetulnya.

Anda buat perusahaan baru, tapi saham perusahaannya anda bagi dengan yang bekerja. Anda buat aturan bahwa setiap orang berhak mengambil keputusan satu orang satu suara, berapapun besarnya modal yang disetorkan.

Perusahaan itu kalau sudah mulai berkembang lalu anda bagikan juga sebagian kepemilikkanya kepada konsumen anda. Semua jenis perusahaan. Termasuk untuk BUMN dan BUMD itu.

Jadi semua bisa mendapat hak untuk menentukan kebijakan perusahaan dan juga mendapatkan bagian keuntungan.

Hentikan untuk berkoar koar di jalanan. Apalagi kalau cuman sekedar menuntut kenaikan gaji, BUKAN TUNTUT KEPEMILIKKAN SAHAM ATAU MINTA BUMN DAN BUMD ITU DIKONVERSI JADI MILIK ANDA MELALUI MIDEK KOPERASI PUBLIK.

Seperti di Amerika Serikat yang kita tuduh kapitalis itu. Disana perusahaan listriknya itu masif di seluruh negara bagian dimiliki oleh pelangganya masif di seluruh desa.Namanya National Rural Elextricity Cooperative Association ( NRECA).

Pelannggannya jadi pemilik!. Keuntunganya dibagi ke mereka setelah dikurangi biaya operasi. Komisaris dan direksinya dipilih oleh pelanggan dan mereka ikut tentukan kebijakan perusahaan dan setiap orang diakui haknya satu orang satu suara!

Jadi, percuma kalau hanya tuntut naik gaji saja!. Anda gajinya naik tapi karena komponen gaji itu jadi penentu harga produk maka mereka akan segera menaikkan harga atau malah menekan bahan baku dari rakyat kecil.

Harga harga barang akan naik secara umum, lalu terjadilah inflasi. Kalau sudah inflasi maka maka daya beli atau nilai uang anda juga semakin tak berarti. Kemarin sebelum gaji naik bisa buat beli beras sekintal, tapi setelah gaji naik hanya bisa buat beli beras 90 kilo. Gitu penjelasanya….

Mungkin gaji anda naik 10 persen, tapi daya beli anda drop 11 persen. Jadi anda sebetulnya malah bernasip lebih buruk dari sebelum gaji naik. Sudahlah!

Nah, gimana ? mau terus bernasib sial ?. Atau lakukan perubahan?. Saya sih memilih berubah! saya kembangkan perusahaan koperasi yang dimiliki konsumen sampai dengan yang bekerja!

Demokratisasi Ekonomi Sekarang!

Purwokerto, 30 Januari 2021

Suroto
Pegiat Demokratisasi Ekonomi

TAGAR : #demokrasi #DemokratisasiEkonomi #Pancasila #GotongRoyong #PerusahaanDemokratis #SahamUntukBuruh

Follow Sosial Media

Facebook : 
(20+) Kopitu Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu | Facebook

Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil

Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/