Tepung porang saat ini menjadi sebuah alternatif bahan pangan yang mulai “Taking Off” dikarenakan manfaatnya yang sangat banyak. Selain itu, produk olahanya bernilai ekonomi tinggi sehingga membuka berbagai peluang usaha baru di masa Pandemi COVID-19. Industri makanan dan minuman menilai tren budidaya porang saat ini tidak boleh lepas dari pengembangan industri olahan makanan karena akan lebih memberikan nilai tambah yang tinggi. Di samping itu, pentingnya diversifikasi pangan alternatif Non-Beras dan Non-Terigu perlu dikembangkan demi ketahanan pangan nasional. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi pada webinar KOPITU Kamis, 5 Agustus 2021. Selain Dirjen TP, webinar tersebut turut dihadiri oleh Ketua Umum KOPITU Yoyok Pitoyo beserta jajaran DPP KOPITU, Nelly Sianturi yang merupakan owner Dapur Steffano sekaligus anggota KOPITU, dan Ibnu Tanjung yang merupakan Trainer UMKM Olahan Porang sekaligus Mitra KOPITU.
“Dalam masa pandemi seperti saat ini dan dengan ramainya komoditas porang di Indonesia, UMKM harus dapat memanfaatkan momentum juga. Walaupun tidak bisa sampai ekspor porang seperti pelaku industri, UMKM bisa mamperoleh untung yang cukup besar dengan mengolah Porang menjadi makanan diet rendah lemak, rendah gula dan kaya serat.”, ungkap Yoyok Pitoyo. Studi pada 2001 menunjukkan, glukomanan memiliki manfaat untuk menurunkan faktor risiko diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, serta resistensi insulin. Glukomanan dapat meningkatkan tingkat penyerapan nutrisi dalam usus kecil. Sehingga, sensitivitas insulin ikut meningkat. Menurut Yoyok, hal ini dinilai peluang yang sangat besar bagi UMKM mengingat cemilan diet dan makanan rendah gula pada umumnya merupakan jenis produk yang bernilai tinggi. “Saya rasa dengan boomingnya budidaya porang sekarang, akan sangat terbuka luas peluang bagi UMKM untuk turut serta memanfaatkan situasi tersebut sebelum kuota porang lokal akan terpengaruh oleh tuntutan ekspor.” tambahnya.
Produk olahan porang memang perlu proses awal untuk menghilangkan asam oksalat dari umbi. Lain halnya jika bahan yang digunakan sudah berupa tepung glukomanan. “Perlu ada kejelian dalam memilih tepung porang, karena berbeda dengan tepung glukomanan. Selebihnya, untuk diolah menjadi kue kering maupun basah bukan perkara yang sulit jika asam oksalat sudah berhasil dihilangkan.” ungkap Nelly. Sedangkan Ibnu Tanjung berpendapat bahwa pengolahan dari umbi langsung juga dapat dilakukan dengan cara organik yang lebih mudah. “Kebanyakan saat ini orang melakukan ekstraksi glukomanan dengan cara mekanis dan kimiawi. Untuk para pelaku UMKM hal ini hampir mustahil, karena kedua cara tersebut memerlukan modal yang sangat besar. Namun dengan produk yang sudah berhasil kami temukan, kandungan oksalat dalam umbi bisa dihilangkan dengan cara yang lebih mudah dan murah.”, ungkap Ibnu.
“Untuk menghilangkan kandungan oksalat dalam umbi, kita bisa lakukan dengan cara yang sederhana dalam skala rumah tangga. Dengan demikian umbi dapat diolah menjadi daging porang dan siap untuk diolah menjadi turunan produk lain yang sangat beragam. Saya harap dengan adanya kerjasama kami dengan KOPITU akan makin membuka peluang-peluang lain yang dapat kami ciptakan bersama, dan juga mengembangkan teknologi baru ini agar dapat diterapkan secara luas.” pungkas Ibnu.
Follow Sosial Media :
TAGAR : #Indonesia #SuksesExpor # #UMKM #umkmkopitu #goExpor #goGlobal #ukmnaikkelas #yoyokpitoyo #KOPITU #porang #workshoponline
Facebook : https://www.facebook.com/kopitupusat
Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil
Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/