Ada bentuk insentif pajak lainnya yang bisa dimanfaatkan wajib pajak badan UMKM
ketika tidak bisa lagi memanfaatkan PPh final UMKM sebesar 0,5%. Topik ini mendapat sorotan cukup banyak
dari netizen selama sepekan terakhir.
Beberapa waktu lalu, seorang pengurus wajib pajak badan berkonsultasi dengan petugas pajak dari PK2KP
Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. WP badan tersebut kebingungan mengenai perlakuan pajak
setelah pemanfaatan PPh final UMKM. Maklum, dalam 3 tahun terakhir, wajib pajak badan berbentuk PT ini
memanfaatkan tarif PPh final 0,5% bagi UMKM.
“Wajib pajak badan ternyata sudah tidak dapat melanjutkan penghitungan pajak menggunakan tarif 0,5% per 1
Januari 2024,” kata pegawai dari KP2KP Banawa Nadhia Arifa Rahmah.
Perlu diingat, skema PPh final UMKM hanya dapat dimanfaatkan selama 3 tahun pajak bagi wajib pajak badan
berbentuk PT. Hal ini berbeda dengan wajib pajak orang pribadi UMKM yang bisa memanfaatkan PPh final hingga
7 tahun.
Mengingat masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak badan sudah habis, ada kewajiban pajak yang timbul
setelahnya. Salah satunya, wajib pajak badan perlu membuat pembukuan. Selain itu, wajib pajak juga akan
dikenai tarif PPh normal sebesar 22%.
Namun demikian, wajib pajak badan sebenarnya masih bisa memanfaatkan bentuk fasilitas pajak lainnya, yakni
seperti yang tertuang dalam Pasal 31E UU PPh.
Sesuai dengan Pasal 31E, wajib pajak badan dalam negeri berhak mendapatkan fasilitas pengurangan atau
diskon tarif sebesar 50% atas penghasilan kena pajak yang merupakan bagian dari omzet senilai Rp4,8 miliar.
Apabila omzet wajib pajak badan dalam 1 tahun masih belum mencapai Rp4,8 miliar. Maka wajib pajak badan
dapat membayar PPh badan dengan tarif hanya sebesar 11% atau setengah dari tarif yang berlaku umum sebesar
22%.
Fasilitas Pasal 31E UU PPh dapat dimanfaatkan utamanya oleh wajib pajak badan UMKM yang telah
memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 dan sudah diwajibkan untuk membayar PPh badan sesuai
dengan ketentuan umum.
Selain berita di atas, masih ada sejumlah topik lain yang cukup menarik untuk diulas kembali. Di antaranya,
mengenai seleksi calon hakim agung TUN khusus pajak, dirilisnya versi terbaru aplikasi e-bupot 21/26, hingga
update terbaru tentang coretax system.
Berikut ulasan pemberitaan perpajakan dalam sepekan selengkapnya.
Fasilitas PPh Pasal 31E Dipakai Tanpa Permohonan
Wajib pajak badan UMKM dapat memanfaatkan fasilitas tarif PPh Pasal 31E tanpa
perlu mengajukan menyampaikan permohonan kepada Ditjen Pajak (DJP).
Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ/2015, fasilitas pengurangan tarif pajak
sesuai dengan Pasal 31E UU PPh dilakukan secara self-assessment tanpa memerlukan penyampaian
permohonan.
“Fasilitas pengurangan tarif…dilaksanakan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan
PPh wajib pajak badan, sehingga wajib pajak badan dalam negeri tidak perlu menyampaikan permohonan,” bunyi
SE-02/PJ/2015
Data Prepopulated Dioptimalkan
DJP menyatakan terus mengoptimalkan fitur data prepopulated jelang implementasi pembaruan sistem inti
administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan data prepopulated akan
makin banyak dimanfaatkan ketika CTAS diterapkan. Data prepopulated ini biasanya berasal dari bukti potong
yang telah dilaporkan pemotong pajak.
“Data tersebut akan terus diperbaiki dan diperkaya bersamaan dengan implementasi coretax pada bulan Juli
2024,” katanya. (DDTCNews)
11 CHA TUN Pajak yang Lolos Seleksi Berkas
Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lolos seleksi
administrasi. CHA yang lolos seleksi administrasi berhak mengikuti seleksi kualitas. Ada 11 CHA TUN pajak yang
lolos seleksi berkas.
Kesebelas nama tersebut adalah Ali Hakim (Ketua Pengadilan Pajak), Budi Nugroho (Hakim Pengadilan Pajak),
Diana Malemita Ginting (Auditor Utama pada Inspektorat II Itjen Kemenkeu), Doni Budiono (Pengacara PDB Law
Firm), dan Fontian Munzil (Dosen Ilmu Hukum Universitas Langlang Buana).
Kemudian, ada Isnaini (Konsultan pajak), LY Hari Sih Advianto (Hakim Pengadilan Pajak), R Aryo Hatmoko
(Hakim Pengadilan Pajak), Tri Hidayat Wahyudi (Hakim Pengadilan Pajak), Widodo (Tenaga Ahli Baleg DPR), dan
Yosephine Riane Ernita Rachmasari (Hakim Pengadilan Pajak).
e-Bupot 21/26 Versi 1.2 Dirilis
DJP telah merilis aplikasi e-bupot 21/26 versi terbaru yang sudah dapat
dimanfaatkan oleh wajib pajak.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Dwi Langgeng Santoso mengatakan aplikasi e-bupot 21/26 versi 1.2 telah
diluncurkan pada 16 Februari 2024. Versi terbaru ini memuat penyempurnaan dengan penambahan berbagai
fungsi atau fitur dibandingkan dengan versi sebelumnya.
Salah satu fitur yang diperbarui dalam e-bupot versi 1.2 adalah kemampuan untuk men-download atau
mengunduh bukti potong masal pada user perekam.
Nanti NSFP Tak Perlu Minta ke KPP
Coretax system bakal berdampak besar terhadap kewajiban pelaporan PPN oleh pengusaha kena pajak (PKP).
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Angga Sukma Dhaniswara mengatakan nomor seri faktur pajak (NSFP) akan
ter-generate secara otomatis ketika PKP membuat faktur pajak seiring dengan diterapkannya CTAS.
“Di coretax, tidak ada lagi minta jatah NSFP [ke KPP] karena nanti begitu Bapak Ibu membuat faktur pajak, nomor
serinya ter-generate secara otomatis,” katanya dalam seminar Coretax Administration System yang digelar oleh
P3KPI.
TAGAR: #SuksesExpor #UMKM #umkmkopitu #goExpor #goGlobal #ukmnaikkelas #yoyokpitoyo #KOPITU #G20 #Viral
Facebook : https://www.facebook.com/kopitupusat
Grup Facebook : https://www.facebook.com/groups/656213288473045/
Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil
Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/
Tik-Tok : https://www.tiktok.com/@kopitujaya2022
Sumber : https://news.ddtc.co.id/