Oleh : Suroto
Kelembagaan koperasi di Indonesia sejak lama telah mengalami stagnasi. Sehingga perkembangan koperasi di tanah air kurang bergairah. Tapi sepertinya angin segar itu mulai berhembus setelah ditandatanganinya Permenkop dan UKM No. 8 Tahun 2021 tentang Model Koperasi Multipihak sejak diberlakukan pada tanggal 21 Oktober 2021.
Hadirnya Permen ini merupakan terobosan baru dan merupakan peraturan eksepsi karena di UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian tidak mengatur model ini.
Koperasi Multipihak adalah model kelembagaan dan tata kelola koperasi yang dalam praktek belum pernah ada di Indonesia. Model kelembagaan koperasi yang umum ada di Indonesia selama ini adalah yang didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kebutuhan.
Konstruksi keanggotaan koperasi menurut UU didasarkan pada ” kesamaan kegiatan “(pasal 16), bukan ” mempunyai kepentingan”. Akhirnya koperasi kita berkembang secara fungsional mengarah pada basis anggotanya yang bersifat homogen. Beroperasi secara terbatas pada satu kelompok kepentingan.
Koperasi yang ada akhirnya hanya memiliki kemampuan sangat terbatas baik dalam mobilisasi sumberdaya maupun kemampuan manajerialnya. Jangankan untuk menjadi lawan tanding kapitalisme secara fundamental seperti yang diharapkan Bung Hatta, Bapak Koperasi kita (1951), untuk melayani kebutuhan anggota saja menjadi kurang efisien dan akhirnya banyak ditinggal oleh masyarakat.
Koperasi Generasi Baru
Koperasi Multipihak adalah sebuah koperasi yang memungkinkan bagi setiap orang dengan berbagai kepentingan untuk bergabung di koperasi. Seperti misalya pemodal, produsen, pekerja, konsumen, dan bahkan pemerintah atau badan-badan hukum ” ficta persona” di dalam satu koperasi.
Kelompok kepentingan yang ada bersatu mengambil keputusan dalam bentuk demokrasi deliberatif atau musyawarah mufakat yang diwakili kelompok kepentingan secara proporsional dalam mengambil keputusan strategis organisasi dan perusahaan.
Salah satu masalah ekonomi kita saat ini adalah adanya mafia kartel di berbagai sektor bisnis. Kelembagaan Koperasi Multipihak ini juga diharapkan dapat memberi solusi terhadap perangai mafia kartel.
Produsen dapat langsung memasarkan produknya ke konsumen tanpa perantara karena produsen dan konsumen itu langsung menjadi pemilik perusahaan yang sama baik melalui basis platform ataupun konvensional.
Sebut misalnya, para petani, nelayan, petambak, peternak, perajin kecil skala rumah tangga yang sebutlah bergerak di bisnis “on farm” selama ini tidak mendapat keuntungan yang layak karena bisnis sektor ” off farm” seperti pemrosesan, pemasaran, keuangan, dan lain-lain dikuasai oleh jaringan mafia kartel. Melalui Koperasi Multipihak ini produsen akhirnya tetap dapat mendapatkan harga yang layak, dan konsumen juga tidak perlu membayar harga mahal dengan jaminan kualitas lebih pasti tanpa ” middle man” seperti yang terjadi selama ini.
Belajar dari Luar Negeri
Contoh praktek yang dapat kita jadikan contoh adalah koperasi I COOP di Korea Selatan. Koperasi ini awalnya dimulai dari kelompok Perempuan Pembaharu yang ingin lakukan reformasi dalam sektor pertanian. Para pendirinya percaya bahwa gagalnya revolusi hijau dan bahaya terhadap makanan dengan konsentrasi pestisida yang tinggi harus diakhiri.
Mereka memulainya tidak masuk ke sektor hulu atau produksi. Tapi masuk ke sektor hilirnya karena mereka sadar bahwa ceruk pasar harus mereka ciptakan dahulu baru masuk ke sektor hulu yang selama ini lemah posisi tawarnya di pasar karena mafia kartel.
Mereka memulai dengan mendirikan toko. Lalu merekrut konsumen untuk menjadi konsumen-pemilik dan mengedukasi mereka dengan modul berbelanja etis sebagai syarat untuk bergabung.
Melalui pendidikan dan pelatihan bagi konsumen dan kader koperasi kemudian munculkan kesadaran konsumen untuk berbelanja etis yang menolak untuk belanja barang yang tidak sehat, diproduksi dengan pekerjakan anak, produk yang bayar buruh dengan murah, merusak lingkungan, dan lain lain. Bahkan mereka sampai muncul kesadaran untuk ikut selamatkan benih lokal para petani dengan sisihkan sekian persen dari selisih harga belanja mereka di koperasi.
Setelah mereka berhasil mengedukasi konsumen berbelanja etis lalu munculah permintaan terhadap produk etis. Lalu mereka baru mengajak para petani dan peternak untuk bergabung sebagai anggota-produsen dengan syarat untuk berproduksi secara etis.
Awalnya dimulai dengan kontrak pembelian produk produk organik sesuai permintaan konsumen. Setelah mereka merasakan mendapat manfaat harga yang layak dan kepastian pasar lalu diajak dirikan toko baru.
Dari fungsi produksi dan konsumsi mereka membentuk berbagai daya dukung kelembagaan sampai dengan aktifitas riset dengan mengundang berbagai ahli dari perguruan tinggi. Toko mereka berkembang sangat pesat secara inkremental. Dari sejak krisis ekonomi 1997 hingga saat ini sudah hampir seribuan toko berdiri masif di seluruh Korea. Mereka terintegrasi dalam satu slogan koperasi multipihak ” Kerjasama indah dalam produksi etis dan konsumsi etis”.
Koperasi multipihak ini secara kelembagaan sebetulnya juga bisa jadi alternatif bagi para pebisnis start up basis platform yang kebanyakan dirintis oleh anak anak muda. Sebut saja misalnya www.resonate.coop yang merupakan koperasi platform music dan video yang dimiliki oleh kelompok perintis, artis, dan juga penonton/pendengarnya.
Koperasi basis platform ini saat ini sedang gencar dikembangkan oleh sekelompok anak muda dan para intelektuil koperasi seperti misalnya Stocksy untuk fotografi, Fair BnB untuk penyewaan properti dan lainnya.
Bisnis basis koperasi platform ini berfungsi tidak hanya mengejar valuasi perusahaan sebagai bisnis cangkang untuk dijual kepada angel investor atau menjual saham ke bursa melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO), tapi juga untuk perangi model kemitraan palsu yang merugikan salah satu pihak seperti yang terjadi dalam bisnis basis platform kebanyakan saat in.
Melalui koperasi multipihak, keadilan dan kemitraan sejajar serta kepentingan para pihak tetap terjaga secara fair dan diharapkan lebih berkelanjutan dan memberikan dampak sosial yang positif bagi masyarakat.
Model koperasi multipihak itu juga melibatkan peranan pemerintah secara langsung dalam rangka menjaga kepentingan publik.
Dalam model koperasi multipihak ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai badan hukum dapat ikut dalam keanggotaan dengan pengaturan proporsional sesuai kesepakatan bersama secara internal koperasi. Dalam hal ini, pemerintah dapat memanfaatkan peraturan yang ada terutama PP No. 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Untuk Koperasi yang selama ini sangat minim realisasinya.
Masa depan bisnis platform yang akan mengarah kepada “demonetizing” diprediksi akan dimulai dari jenis koperasi platform yang bersifat multipihak ini. Dalam konteks ini, koperasi diharapkan akan tetap menjadi garda terdepan dalam melakukan demokratisasi perusahaan baik itu di sektor privat maupun publik sekalipun.
Koperasi multipihak ini adalah peluang baru dan merupakan terobosan penting bagi dunia perkoperasian di Indonesia. Anak-anak muda yang ingin membangun perusahaan sosial juga dapat memilih model koperasi multipihak ini sebagai alternatif. Semua tergantung kita.
Jakarta, 20 November 2021
SUROTO
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR Federation), Ketua KOSAKTI