Kawasan Industri Halal atau KIH menjadi salah satu moda ekosistem yang baru-baru ini digaungkan oleh pemerintah. Halal Modern Valley digadang-gadang sebagai kawasan industri halal terbesar di Indonesia. Dua kawasan lain diantaranya adalah Safe n Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo (Jawa Timur), serta Kawasan Industri Halal Bintan Inti Halal Hub, di Kabupaten Bintan. Perlu diperhatikan bahwa dalam pelaksanaan bisnisnya kelak, KIH harus bisa menjadi penguat bagi IKM dan UKM, bukanya pelaku bisnis raksasa atau pelaku industri skala besar.
“Adanya KIH ini menjadi sebuah program kerja jangka panjang bagi Dinas Perindustrian di NTB. Saya kira juga pasti dalam waktu dekat akan banyak wilayah lain yang menyusul. KIH ini kita fokuskan untuk pengembangan komoditi industri yang ada di daerah, terutama IKM. Dalam pelaksanaanya nanti, tentu akan terjadi supply chain yang panjang mulai dari hulu, baik itu dengan sektor peternakan maupun pertanian”, ungkap Nuryanti, Kadis Perindustrian NTB pada webinar KOPITU dan Propaktani, Sabtu (2/9).
Webinar tersebut juga dihadiri oleh KH Nuruzzaman selaku Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI, Ketua Umum KOPITU Yoyok Pitoyo dan PIN Japan Business Development Mr. Taka Hashimoto.”Tentunya untuk pengembangan dan pendampingan akan pasti banyak dilakukan mengingat orientasi dari KIH ini juga diantaranya adalah ekspor”, tambahnya.
Menurut KH Nuruzzaman, pencapaian nilai halal dan thayyib sebaiknya diberdayakan pada pelaku IKM dan UKM secara meluas. Tidak hanya dari proses produksi, namun perlu ditelusur hingga ke hulu. “Dalam hal ini, saya rasa juga peran Integrated Halal Hub akan sangat membantu jika berorientasi ekspor. Karena skema saling kepengakuan halal perlu diintegrasikan dengan berbagai lembaga penyelia halal yang ada di negara tujuan. Mereka pun harus sudah ada kerjasama dengan BPJPH agar ada saling pengakuan sertifikat halal.” ujar KH Nuruzzaman.
Sedangkan menurut Mr. Taka, produk Indonesia memiliki peluang sangat besar di pasar ekspor. “Produk Indonesia terutama bahan pangan dan olahanya sangat diminati di Jepang karena kualitasnya yang sangat baik. Market produk halal pada dasarnya sangat besar di Jepang dan negara Asia lain, dan berkesinambungan”, ungkap Mr. Taka.
“Sangat banyak yang perlu disentuh. Salah satunya adalah dengan adanya peran Sentra IKM agar dapat dipastikan bahwa penggunaan KIH ini memang diperuntukkan bagi IKM, bukan perusahaan besar. Di samping itu, perlu juga ada peran Halal Hub yang mencakup koordinasi ke luar negeri, sekaligus mendampingi IKM dan UKM dalam mmbangun dan mempertahankan Halal Value Chain. Kemudian pada sisi penetrasi pasar di luar negeri, perlu juga ada digitalisasi, diantaranya dengan Traceability Blockchain. Sangat banyak sebetulnya yang perlu diperhatikan. Tidak lupa juga kesejahteraan para supplier di hulu, dalam hal ini para pelaku usaha tani agar ketersediaan bahan baku bisa terus berjalan dan menghindari kecacatan dalam ekosistem supply chain, Salam KOPITU”, ungkap Yoyok.