UPDATE KOPITU – Sudah Ada Kredit Anti-Rentenir, Lintah Darat Bakal Kocar-Kacir

komite-umkm.org – JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) telah meluncurkan Generic Model Skema Kredit atau Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) yang menyediakan kredit atau pembiayaan dengan proses yang lebih cepat, mudah, dan berbiaya rendah.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, sampai saat ini sudah ada sekitar 20 TPAKD yang menerapkan dan melaksanakan kredit melawan rentenir. ( Baca juga:RI Berpeluang Jadi Pemain Utama Perbankan Syariah di Tingkat Dunia )

“Dan ini sangat efektif karena dari Juni sampai Oktober 2020 sudah ada 20 TPAKD dan sudah bisa membiayai sekitar 48 ribu debitur. Adapun kredit yang disalurkan lebih dari Rp589 miliar,” kata Tirta saat Rakornas TPAKD secara virtual di Jakarta, Kamis (10/12/2020).

Menurut dia, penerapan generic model ini sangat efektif sebab dengan program ini selain prosesnya cepat, namun juga biaya rendah. Di luar itu, pembentukan lembaga ini juga sangat kreatif dengan pemberian nama-nama yang khas.

“Ada beberapa TPAKD di daerah membuat nama-nama khas daerahnya masing-masing seperti di NTT namanya Kredit Merdeka, Mawar Mas, dan lain lain. Jadi masing-masing TPAKD punya nama dan bawa unsur lokalitas,” beber dia.

Di sisi lain, dalam rangka mendukung pencapaian target inklusi keuangan Indonesia, OJK juga telah menginisiasi program Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB). Tirta mengatakan, hingga saat ini sudah ada lebih dari 36 juta tabungan simpel.

“Kita juga memanfaatkan agen-agen laku pandai yang ada di daerah, rekening Simpel saat ini sudah ada lebih dari 36 juta. Ini dari tiap peserta ikut mendorong. Tentu saja ada peran dari TPAKD, jadi memang untuk simpel kita ciptakan sebuah peran basic saving acount,” ucap dia.

Dengan demikian, TPAKD ini tujuannya untuk mempercepat akses keuangan di daerah sehingga bisa mendukung ekonomi regional atau di daerah-daerah tersebut. Sehingga nanti dapat mendukung ekonomi nasional serta bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosial masyarakat.

Sumber Refrensi : https://ekbis.sindonews.com/

TAGAR : #kopitu #umkmkopitu #suksesexpor #goExpor #goGlobal #ukmnaikkelas #ukm #OJK #pembiayaan #rentenir #ekonomi daerah

Follow Sosial Media

Facebook : https://www.facebook.com/kopitu.jaya.5/

Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil

Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/

UPDATE KOPITU – Apa Itu BI Checking dan Bagaimana Cara Melihatnya?

komite-umkm.org – Tak semua orang bisa mendapatkan pinjaman bank atau lembaga keuangan lainnya dengan mudah. Terkadang, ada seseorang yang bisa dengan mulus mendapatkan persetujuan kredit perbankan, namun sebaliknya bagi sebagian orang sangat sulit untuk memperoleh pinjaman. Salah satu faktor penentu seseorang berhasil mendapatkan persetujuan kredit dari bank atau lembaga keuangan lain adalah BI checking.

Lalu apa itu BI checking?

BI checking adalah momok yang paling menakutkan bagi debitur perbankan. Ini karena bank akan cenderung akan menolak pengajuan kredit yang diajukan debitur jika memiliki catatan riwayat kredit yang buruk. BI checking sendiri dulunya merupakan salah satu layanan informasi riwayat kredit dalam Sistem Informasi Debitur (SID), di mana informasi kredit nasabah tersebut saling dipertukarkan antar-bank dan lembaga keuangan.

Informasi yang dipertukarkan dalam SID antara lain identitas debitur, agunan, pemilik dan pengurus (badan usaha ) yang jadi debitur, jumlah pembiayaan yang diterima, dan riwayat pembayaran cicilan kredit, dan kredit macet. Setiap bank dan lembaga keuangan yang terdaftar dalam Biro Informasi Kredit (BIK) bisa mengakses seluruh informasi di SID, termasuk BI checking atau IDI Historis.

Data-data nasabah tersebut diberikan oleh anggota BIK ke BI setiap bulannya. Data tersebut kemudian dikumpulkan secara berkala oleh BI dan diintegrasikan dalam sistem SID. Dikutip dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan ( OJK), Minggu (22/11/2020), SID sudah berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK.

Perubahan nama ini lantaran fungsi pengawasan perbankan sudah tak lagi berada di BI, melainkan diserahkan kepada OJK. Di dalam SILK, terdapat layanan informasi riwayat kredit nasabah-nasabah perbankan dan lembaga keuangan yang disebut dengan layanan informasi debitur (iDEB). Di dalam iDEB, bank, lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya mempunyai akses data debitur dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID).

SID memuat informasi di mana setiap nasabah debitur yang pernah mengajukan kredit akan diberikan skor berdasarkan catatan kreditnya. Skor 1 adalah skor terbaik di mana debitur sama sekali tidak pernah memiliki catatan menunggak kredit, baik angusran pokok maupun angsuran bunga.

Berikut rincian skor kredit di SID:

  • Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak
  • Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 1-90 hari
  • Skor 3: Kredit Tidak Lancar, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 91-120 hari
  • Skor 4: Kredit Diragukan, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 121-180 hari
  • Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari

Cara melihat BI checking

Informasi SID juga bisa diakses publik di luar keanggotaan BIK. Masyarakat yang mengetahui catatan kreditnya bisa mengajukan informasi SID ke kantor OJK. Layanan ini juga gratis alias tidak dipungut biaya.

  • Siapkan kartu identitas asli, KTP bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau Paspor bagi Warga Negara Asing (WNA) untuk debitur perseorangan sedangkan untuk debitur badan usaha wajib membawa fotokopi identitas badan usaha dan identitas pengurus dengan menunjukkan identitas asli badan usaha.
  • Datang ke kantor OJK di Jakarta maupun kantor-kantor perwakilan OJK di daerah.
  • Isi formulir permohonan SID.
  • Jika dokumen lengkap, maka petugas OJK akan melakukan pencetakan hasil iDEB.

Cara melihat BI checking secara online

  • Buka laman https://konsumen.ojk.go.id/minisitedplk/registrasi
  • Isi formulur dan nomor antrean.
  • Upload foto scan dokumen yang dibutuhkan yakni KTP untuk WNI dan paspor untuk WNA.
  • Untuk badan usaha wajib melapirkan identitas pengurus, NPWP, dan akta pendirian perusahaan.
  • Jika seluruhnya sudah selesaikan, klik tombol “Kirim” setelah sebelumnya mengisi kolom captcha.
  • Tunggu email konfirmasi dari OJK berisi bukti registrasi antrean SLIK online.
  • OJK akan melakukan verifikasi data, dan pemohon akan menerima pemberitahuan dari OJK berupa hasil verifikasi antrean SILK online paling lambat H-2 dari tanggal antrean.
  • Apabila data yang disampaikan valid, maka nasabah bisa mencetak atau print formulir pada email dan memberikan tanda tangan sebanyak 3 kali.
  • Foto atau scan formulir yang telah ditandatangani harus dikirim ke nomor WhatsApp yang tertera pada email beserta foto selfie dengan menunjukan KTP.
  • OJK akan melakukan verifikasi lanjutan via WhatsApp dan melakukan videocall apabila diperlukan.
  • Jika lolos verifikasi, maka OJK akan mengirimkan hasil iDeb SILK melalui email.
  • Informasi lengkap pengajuan informasi SILK online bisa dilihat di sini.

Sumber Refrensi : https://money.kompas.com/

TAGAR : #kopitu #umkmkopitu #suksesexpor #goExpor #goGlobal #ukmnaikkelas #umkm #OJK #kredit #apa itu BI Checking #BI Checking adalah #caramelihatBIChecking #SILK

Follow Sosial Media

Facebook : https://www.facebook.com/kopitu.jaya.5/

Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil

Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/

UPDATE KOPITU – Penundaan Cicilan Kredit Jadi Tumpuan Ekonomi untuk Bangkit

komite-umkm.org – Sinyal perpanjangan restrukturisasi kredit semakin kuat disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memastikan perpanjangan relaksasi kredit yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical.

“Memang perlu diperpanjang, silahkan kalau ada nasabah yang sudah jatuh tempo kalau memang mau direstrukturisasi, direstrukturisasi saja dan masih berlaku sampai Februari 2021. Bahkan, mungkin ada perpanjangan lebih dari itu,” katanya, saat berbicara dalam webinar Capital Market Summit Expo, Senin (19/10).

Dalam aturan tersebut, pelonggaran kredit hanya berlaku hingga 31 Maret 2021 bagi debitur terdampak pandemi covid-19. Sebelumnya, Wimboh pernah menyampaikan jika pelonggaran kredit itu bisa dilanjutkan hingga 2022 mendatang.

Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai perpanjangan penundaan cicilan kredit sudah tepat. Pertimbangannya, banyak perusahaan yang merupakan debitur bank belum pulih dari tekanan pandemi covid-19.

“Kalau melihat situasinya banyak perusahaan belum recovery (pulih). Jadi kalau tidak diperpanjang kemungkinan di April, mereka juga tidak bisa bayar cicilan,” ujarnya, Selasa (20/10).

Lewat restrukturisasi kredit itu, OJK mengkategorikan kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi sebagai kredit lancar. Asal, debitur bersangkutan terdampak covid-19 serta lolos assessment (penilaian) dari bank.

Oleh sebab itu, Aviliani menuturkan jika restrukturisasi kredit dicabut, sementara bisnis belum kembali normal, kemungkinan besar mereka tidak bisa membayar cicilannya. Kalau itu terjadi, angka rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di bank bisa langsung naik.

“Ini juga permintaan dari bank untuk memperpanjang supaya dari sisi bank NPL juga tidak langsung naik. Di sisi yang lain perusahaan diberikan kesempatan untuk kondisi mereka diperbaiki. Karena, sekarang demand belum normal, penjualan belum bisa menghasilkan apa-apa,” imbuhnya.

OJK Mencatat NPL Bank Umum

Sebagai informasi, OJK mencatat NPL bank umum berada di posisi 3,22 persen per Juli 2020. Angka itu bertambah dari Juli 2019 yang 2,50 persen.

Meski demikian, NPL itu cenderung stabil dari Juni 2020 yang 3,11 persen.

Aviliani mengatakan bila NPL bank naik di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih, bisa berdampak buruk. Itu bisa memicu terjadinya pencairan uang di bank secara besar- besaran atau rush.

Oleh sebab itu, ia mengaku mendukung keputusan perpanjangan restrukturisasi kredit

“Ini lebih kepada banknya, mereka juga butuh karena kalau relaksasi, selesai kredit macet naik kondisi ekonomi belum stabil nanti bisa terjadi rush melihat NPL bank naik orang naik,” katanya.

Namun, perpanjangan restrukturisasi juga memiliki sejumlah konsekuensi. Ia menuturkan bank tidak bisa lagi melakukan ekspansi kredit.

Pertumbuhan penyaluran kredit memang cenderung stagnan, yakni 1,54 persen secara tahunan di Juli 2020. Periode yang sama tahun lalu, bank umum bisa menyalurkan kredit sebanyak Rp5.452,51 triliun, menjadi Rp5.536,16 triliun di Juli 2020.

Wimboh pernah mengungkapkan salah satu alasan penyaluran kredit masih mandek adalah sikap berhati-hati (wait and see) sektor swasta dalam mengukur risiko ke depan pandemi covid-19. Imbasnya, mereka juga berhati-hati dalam mengambil pinjaman.

Selain itu, masalah itu juga dipicu daya beli masyarakat yang masih lemah. Kondisi itu membuat beberapa kredit seperti KPR, ruko, perabotan, dan elektronik justru mengalami penurunan.

Dampak perpanjangan pelonggaran kredit lainnya, kata Aviliani, penurunan pendapatan dan laba perbankan. Pasalnya, bank tidak bisa mengantongi pendapatan dari pembayaran bunga kredit.

“Dengan restrukturisasi, ada pendapatan yang tidak diperoleh bank dari kredit yang direstrukturisasi berarti keuntungan pasti berkurang,” ucapnya.

Oleh sebab itu, bank dituntut untuk memperluas pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income. Biasanya, fee based income didapatkan dari pemberian jasa-jasa perbankan, seperti digital banking, kartu kredit, pembayaran e-commerce, dan sebagainya.

“Sekarang tinggal daya tahan perusahaan atau bank-nya bisa mencari fee based income. Bank yang punya fee based income dan ekosistem itu kecenderungan mereka bisa lebih bertahan,” tuturnya.

Tren penurunan laba perbankan

Tampak dari kinerja bank BUMN pada semester I 2020 lalu. Perolehan laba empat bank BUMN kompak anjlok hingga dua digit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penurunan laba paling tajam dicatat oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. Pada semester I 2020, BNI membukukan laba bersih sebesar Rp4,46 triliun, merosot 41,54 persen dibandingkan semester I 2019 sebesar Rp7,63 triliun.

Selain itu, Aviliani menuturkan bank masih menghadapi ketentuan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Selama restrukturisasi, OJK tidak mewajibkan bank melakukan pencadangan. Namun, ketentuan ini bisa saja berbeda dari standar akuntansi yang berlaku.

“Kami belum tahu apakah akuntan setuju apa belum, karena nanti begitu akhir tahun, begitu kantor akuntan mulai masuk itu bisa beda-beda. Mereka bisa minta CKPN dimasukkan, padahal dari OJK sendiri terserah bank kalau bisa ada CKPN bagus, kalau tidak bisa, tidak usah dulu,” tuturnya.

Dampaknya, jika bank harus melakukan pencadangan kredit yang direstrukturisasi, maka laba perusahaan bisa lebih tergerus.

Pengamat perbankan Indonesia Banking School (IBS) Batara Simatupang menambahkan perpanjangan restrukturisasi kredit akan menguntungkan bagi bank maupun nasabah. Lewat restrukturisasi kredit, status kolektibilitas kredit menjadi lancar, sehingga pencadangan bank juga turut berkurang.

“Turunnya pencadangan ini justru memperingan bank, bukan membebani. Karena relaksasi ekonomi dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional bertujuan agar roda ekonomi bergerak lebih cepat. Semakin banyak yang masuk dalam program ini, maka akan semakin cepat kita keluar dari resesi,” katanya.

Menurutnya, bisa saja OJK tidak memperpanjang periode keringanan kredit itu. Namun, ia menilai objek restrukturisasi bank, belum cukup kuat untuk bangkit.

Bahkan, debitur tersebut bisa masuk ke siklus krisis kedua, sehingga bisa terancam bangkrut lantaran tidak ada keringanan kredit. Kondisi tersebut, tentunya akan mengerek tingkat NPL perbankan.

“Harus diakui dalam restrukturisasi ada yang berhasil, ada juga yang belum mencapai target yang diharapkan, sehingga bagi yang masuk kategori ini, sebaiknya dilakukan perpanjangan restrukturisasi agar restrukturisasi pertama tidak sia-sia,” tuturnya.

Per 28 September, OJK mencatat realisasi restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp904,3 triliun kepada 7,5 juta debitur. Rinciannya 5,82 juta debitur UMKM dan 1,64 juta debitur non-UMKM.

Sedangkan, total restrukturisasi di lembaga pembiayaan (multifinance) hingga 13 Oktober 2020 tercatat mencapai Rp175,21 triliun. Pelonggaran diberikan kepada 4,73 juta debitur di 181 multifinance.

Sumber Refrensi : https://www.cnnindonesia.com/

TAGAR : #indonesiangrocery #kopitu #umkmkopitu #suksesexpor #goExpor #goGlobal #ukmnaikkelas #gerakansuksesespor #penundaancicilan #ekonomi #ojk

Follow Sosial Media :

Facebook : https://www.facebook.com/kopitu.jaya.5/

Twitter : https://twitter.com/KomiteKecil

Instagram : https://www.instagram.com/kopitu_/