komite-umkm.org – Pandemi Covid-19 masih berlanjut. Tanda-tanda berakhirnya penyebaran virus corona pun masih belum terlihat meski vaksin virus ini telah ditemukan di beberapa negara.
Sektor perekonomian telah terpuruk sejak lama. Meski di tengah berbagai ketidakpastian dunia usaha sudah kembali bergerak. Tidak sedikit muncul bisnis baru mencoba peruntungan di masa serba sulit.
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho menyarankan para pengusaha baru ini agar tetap gigih dalam menjalankan usaha. Meskipun keuntungan yang didapat dari bisnis yang dijalankan masih sedikit.
“Kalau memang dirasa bisnisnya sudah ada hasil tapi labanya kecil itu ditelateni dulu saha daripada harus mengganti usaha lagi yang untungnya lebih besar,” kata Andy kepada merdeka.com, Jakarta, Minggu (6/12/2020).
Alih-alih mencari keuntungan yang lebih besar dengan mengganti usaha lain, Andy mengatakan sebaiknya tetap mempertahankan yang ada. Sebab bisnis yang baru tidak lantas bisa langsung menjadi besar. Lain cerita bila bisnis yang dijalani tidak mendatangkan untung atau malah terus merugi.
“Namanya usaha kan tidak langsung jadi besar, kecuali bisnisnya sudah tidak jalan,” kata dia.
Andy mengatakan ketekunan dalam menjalani bisnis akan berbuah manis di kemudian hari. Ketekunan yang dijalani sekarang bisa melatih pelaku usaha agar tetap konsisten dengan bisnis yang ditekuni.
“Paling tidak ketika konsisten ini akan dinilai orang lain. Minimal ini bisa jadi branding produk yang dijalankan,” kata Andy.
Meski begitu, pemilihan bisnis yang dijalankan juga harus menyesuaikan dengan kondisi pasar. Di masa pandemi seperti sekarang ini beberapa produk makanan, minuman dan sanitasi menjadi yang paling dicari.
Produk barang-barang tersebut bahkan tumbuh dan memiliki perputaran ekonomi yang baik. Beberapa industri besar juga mulai beralih untuk mengeluarkan produk yang banyak dicari tersebut demi memanfaatkan peluang yang ada.
“Jadi harus tepat juga dalam pemilihan bisnis yang digeluti. Cari produk yang memang permintaanya lagi tinggi,” kata dia mengakhiri.
komite-umkm.org – Pandemi Covid-19 mendorong mayoritas pemerintahan di dunia menggelontorkan stimulus, guna memastikan ekonomi tetap bergulir meski menghadapi problem ekonomi. Indonesia pun tak mau kalah, meski masih tertinggal dalam satu hal ini. Di hampir kebanyakan negara-negara yang mendorong stimulus tersebut, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi perhatian utama, mengingat posisinya sebagai sokoguru perekonomian yang membuka 90% lapangan kerja di perekonomian dunia.
Lalu bagaimana pemerintahan negara maju dan berkembang menyuntikkan stimulus mereka, dan melalui program apa saja? Berikut ini ulasan Tim Riset CNBC Indonesia, yang mengacu pada data primer dan sekunder.
Dalam laporan Organisasi untuk Pembangunan dan Kerja-Sama Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) berjudul “Covid-19: SME Policy Responses”, sebagian besar negara-negara di dunia bertindak cepat mengatasi efek pandemi terhadap perekonomian dengan memberikan stimulus ke pelaku usaha, terutama UMKM.
Tercatat 46 dari 59 negara yang dipantau OECD, termasuk Indonesia, sampai dengan Juli lalu telah memberikan bantuan kredit langsung kepada UMKM. Jumlah negara tersebut berpeluang bertambah karena kebijakan pemberian insentif bagi usaha kecil tersebut terus berkembang.
Bentuknya berupa pembiayaan langsung ke UMKM, pemberian subsidi, bantuan, dan juga jaminan kredit untuk sektor UMKM. Yang tidak kalah menariknya,, mereka juga mengambil kebijakan struktural dengan mengentaskan UMKM dari ‘buta-digital’.
OECD menilai Jerman sebagai negara di Eropa yang paling agresif menggelontorkan stimulus bagi UMKM. Dari stimulus senilai € 750 miliar (US$ 890 miliar), sektor UMKM mendapat porsi terbesar, yakni € 50 miliar (setara dengan Rp 844 triliun).
Di dunia, Amerika Serikat (AS) unggul dari sisi nilai stimulus bagi UMKM, dengan nilai total US$ 2,5 triliun (terbesar di dunia). Dari situ, sebanyak US$ 380 miliar digelontorkan untuk membantu UMKM mereka.
Selain mengambil kebijakan penyelamatan darurat, negara-negara maju di seluruh dunia juga mengambil kebijakan yang lebih struktural yakni mempercepat digitalisasi UMKM, membantu menembus pasar internasional, mendorong inovasi dan pelatihan ulang tenaga kerja.
Kebijakan struktural itu tak hanya membidik sasaran jangka pendek (mengatasi efek pandemi), melainkan juga memperkuat daya saing UMKM pasca-pandemi. Bagaimana dengan Indonesia?
Pemerintahan Joko Widodo tidak mau ketinggalan dengan negara lain unuk menggenjot stimulus, demi menyelamatkan UMKM. Total kucuran dana stimulus tahun ini mencapai Rp 695,2 triliun, atau setara dengan 4,2% PDB.
Dari sisi rasio ke PDB, angka tersebut tertinggal di Asia Tenggara dan hanya unggul dari Vietnam (1,5%), Laos 1%, dan Myanmar (0,1%). Jika dibelah lagi, UMKM mendapatkan alokasi stimulus Rp 123,5 triliun, atau nyaris seperlima (setara dengan 17,8%) dari total stimulus yang diberikan.
Stimulus bagi UMKM ini dijalankan dalam lima program. Pertama, bantuan sosial bagi pelaku usaha UMKM (dan koperasi) yang tergolong miskin dan rentan. Kedua, insentif pajak bagi UMKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0% selama 6 bulan (April-September 2020).
Pemerintahan Joko Widodo tidak mau ketinggalan dengan negara lain unuk menggenjot stimulus, demi menyelamatkan UMKM. Total kucuran dana stimulus tahun ini mencapai Rp 695,2 triliun, atau setara dengan 4,2% PDB.
Dari sisi rasio ke PDB, angka tersebut tertinggal di Asia Tenggara dan hanya unggul dari Vietnam (1,5%), Laos 1%, dan Myanmar (0,1%). Jika dibelah lagi, UMKM mendapatkan alokasi stimulus Rp 123,5 triliun, atau nyaris seperlima (setara dengan 17,8%) dari total stimulus yang diberikan.
Stimulus bagi UMKM ini dijalankan dalam lima program. Pertama, bantuan sosial bagi pelaku usaha UMKM (dan koperasi) yang tergolong miskin dan rentan. Kedua, insentif pajak bagi UMKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0% selama 6 bulan (April-September 2020).
Pemerintahan Joko Widodo tidak mau ketinggalan dengan negara lain unuk menggenjot stimulus, demi menyelamatkan UMKM. Total kucuran dana stimulus tahun ini mencapai Rp 695,2 triliun, atau setara dengan 4,2% PDB.
Dari sisi rasio ke PDB, angka tersebut tertinggal di Asia Tenggara dan hanya unggul dari Vietnam (1,5%), Laos 1%, dan Myanmar (0,1%). Jika dibelah lagi, UMKM mendapatkan alokasi stimulus Rp 123,5 triliun, atau nyaris seperlima (setara dengan 17,8%) dari total stimulus yang diberikan.
Stimulus bagi UMKM ini dijalankan dalam lima program. Pertama, bantuan sosial bagi pelaku usaha UMKM (dan koperasi) yang tergolong miskin dan rentan. Kedua, insentif pajak bagi UMKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0% selama 6 bulan (April-September 2020).